cari tugasmu

Selasa, 31 Mei 2011

bank asuransi dan hukum islam 3

Kata pengantar
    Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan Dia mungkin penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang hukum islam, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Makalah ini memuat tentang “AKAD AL-HIWALAH DALAM PELAKSANAAN ANJAK PIUTANG DI BANK SYARIAH ” yang merupakan salah satu ajaran Hukum  Administrasi Negara. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada Tim Pengajar Bank dan Asuransi Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah membimbing penyusun agar dapat mengerti tentang bagaimana cara kami menyusun karya tulis ilmiah.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.



Daftar isi
Kata Pengantar………………………………................................ 1
Daftar Isi………………………………..........................................2
BAB 1 Pendahuluan
                                                                                                                                                            Latar Belakang Permasalahan……………………..………3
                                                                                                                                                            Perumusan Masalah……………………………….............4
BAB 2 Pembahasan dan Analisis
                                                                                              Pengantar………………………………...........................5
                                                                                                                                                            Sumber Hukum………………………………..................6
                                                                                                                                                            Rukun dan syarat Al-Hiwalah…………………………....6
                                                                                                                                                            Rukun dan Ketentuan Syariah                                                                                                                                             ……………………………6
                                                                                                                                                            Anjak Piutang Di Bank Syariah…………………………..8
                                                                                                                                                            Dalam Praktek………………………………...................10
                                                                                                                                                            Perlakuan Akutansi Al-Hiwalah………………………….12
                                                                                                                                                            Berakhirnya akad Al-Hiwalah…………………………….…13
BAB 3 Penutup
                                                                                             Kesimpulan……………………………….......................14
                                                                                              Saran………………………………................................14
Daftar Pustaka………………………………..............................16
BAB 1
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Judul tulisan ini adalah “AKAD AL-HIWALAH DALAM PELAKSANAAN ANJAK PIUTANG DI BANK SYARIAH“. Makalah ini membahas tentang pembayaran piutang yang ideal menurut ajaran Islam. Sudah cukup lama umat Islam Indonesia menginginkan sistem perkonomian syariah  dapat diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan bisnis dan transaksi masyarakat. Hal ini karena Indonesia memiliki populasi umat Muslim yang sangat tinggi dibandingkan dengan agama lain yang ada di Indonesia. Namun sangat disayangkan, dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat bahwa Islam tidak berurusan dengan bank dan pasar uang, karena mereka menganggap Islam sebagai dunia putih, sedangkan pasar modal adalah dunia hitam, penuh tipu daya dan kelicikan. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila beberapa cendekiawan dan ekonom melihat ajaran Islam dapat menjadi  faktor penghambat pembangunan.


PERUMUSAN MASALAH           
Gagasan tentang perlunya pelaksanaan akad al-hiwalah dalam anjak piutang berkaitan erat dengan semakin meningkatnya kesadaran umat Islam dalam bermuamah, khususnya dalam bidang ekonomi. Bahkan akhir-akhir ini, perkembangan sistem ekonomi syariah semakin pesat diterima oleh masyarakat luas.  Dalam ajaran Islam telah ditentukan atuan-aturan umum dalam melakukan suatu hal, termasuk prinsip tentang al-hiwalah juga terdapat dalam berbagai macam sumber hukum Islam. Oleh karena itu, perlu adanya pengkajian tentang muamalah seperti apa yang menganut syariat Islam. Di dalamnya akan dikaji asas-asas apa dan syarat-syarat apa saja yang harus dimiliki oleh sebuah pasar modal sehingga layak. Satu hal yang penting juga adalah bagaimana sumber hukum Islam itu sendiri, dalam hal ini Al-Quran, Al-Hadits dan Ar-Rayu, memandang sebuah muamalah yang sesuai dengan ajaran Islam. Pembahasan juga mencakup  tentang perihal apa saja yang dilarang atau pun diperbolehkan dalam menerapkan hal tersebut.



BAB 2
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
PENGANTAR
      Dengan semakin meningkat dan bertambahnya kebutuhan ekonomi kerakyatan, kegiatan transaksi ekonomi dengan sistem ekonomi Islam kian  meningkat. Berbagai konsep akad pada bank Islampun diterapkan dengan baik, antara lain penerapannya sebagai penghimpunan dana, penyaluran dana, dan jasa pelayanan. Salah satu dari jasa pelayanan bank syariah kepada masyarakat adalah Hiwalah.
              Hiwalah adalah memindahkan utang dari Muhil (yang berutang/debitur) kepada menjadi tanggungan muhal ‘alaih (yang melakukan pembayaran/ pihak ketiga). Sedangkan yang menghutangkan disebut Muhal (Kreditur). Contoh : misal Tuan A karena transaksi perdagangan berutang kepada Tuan C. Tuan A mempunyai simpanan di bank, maka atas permintaan Tuan A, bank dapat melakukan pemindahbukuan dana pada rekening tuan A untuk keuntungan rekening B. Atas pengalihan utang ini bank memperoleh fee. Al-hiwalah bisa juga dilakukan untuk kegiatan anjak piutang syariah atau penjadwalan kembali utang di mana bank syariah mendapat keuntungan dari jual beli aset yang dijadikan agunan.

SUMBER HUKUM
Dasar hukum Al-Hiwalah adalah Hadits Nabi Muhammad SAW yaitu sebagai berikut:
Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman, dan jika salah seorang (dihiwalahkan) kepada orang yang kaya yang mampu, maka turutlah (pengalihan tersebut).” (HR. Bukhari Muslim).
Pada hadist ini, Rasullah memerintahkan kepada orang yang mengutangkan (Muhal) jika orang yang berutang (Muhil) menghiwalahkan kepada orang kaya dan berkemampuan, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut dan hendaklah ia mengikuti (menagih) kepada orang yang dihiwalahkannya (Muhal ‘alaih), dengan demikian haknya dapat terpenuhi (dibayar)
RUKUN DAN SYARAT AL-HIWALAH
Relanya pihak Muhil (debitur) dan Muhal (kreditur)
Samanya kedua hak (barang yang diutangkan dengan penggantinya) baik jenis maupun kadarnya. Penyelesaiannya, tempo/waktu, mutu baik dan buruk. Misalnya: utang emas harus diganti pula dengan emas pula, atau jika utang harus dibayar sekarang, tidak boleh ditangguhkan dan sebagainya.
Stabilnya utang (penggantinya harus ada). Jika penghiwalahan itu kepada pegawai yang gajinya belum dibayar, hiwalah tidak sah.
Bahwa kedua hak tersebut diketahui dengan jelas.
RUKUN DAN KETENTUAN SYARIAH
Rukun akad Al-Hiwalah:
Subjek, terdiri atas:
Pihak yang berhutang atau yang berpiutang.
Pihak yang berpiutang atau yang berhutang.
Pihak pengambil alih hutang atau piutang.
Objek Akad, terdiri atas:
Adanya hutang.
Adanya piutang.
Ijab Kabul / Serah Terima.

Ketentuan Syariah yaitu:
Pelaku:
Baligh.
Berakal Sehat.
Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (rida) dengan pengalihan hutang piutang tersebut.
Diketahui identitasnya.


Ketentuan umum peraturan Al-Hiwalah diatur dalam Fatwa DSN No.12/DSN-MUI/IV/2000, dengan isi ketentuannya sebagai berikut:
Rukun hawalah adalah muhil yaitu orang yang berutang dan sekaligus berpiutang, muhal atau muhtal yaitu orang yang berpiutang kepada muhil,muhal ‘alaih yaitu orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhtal,muhal bih, yaitu utang muhil kepada muhtal,  dan sighat (ijab kabul).
Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespodensi, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal/muhtal, dan muhal ‘alaih.
Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas.
Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat hanyalah muhtal dan muhal ‘alaih dan hak penagihan muhal berpindah kepada muhal ‘alaih.

ANJAK PIUTANG DI BANK SYARIAH
Skema Al-Hiwalah (Anjak Piutang):
Akad Hiwalah, dalam praktiknya dapat dibedakan ke dalam dua kelompok:
Pertama, adalah berdasarkan jenis pemindahannya
Hiwalah Dayn
adalah pemindahan kewajiban melunasi hutang kepada orang lain
Hiwalah Haqq
adalah pemindahan kewajiban piutang kepada orang lain.
Hiwalah Dayn dan Haqq sesungguhnya sama saja, tergantung dari sisi mana melihatnya. Disebut Hiwalah  Dayn jika kita memandangnya sebagai pengalihan hutang, sedangkan sebutan Haqq, jika kita memandangnya sebagai pengalihan piutang. Berdasarkan definisi ini, maka anjak piutang (factoring) yang terdapat pada praktik perbankan, termasuk ke dalam kelompok Hiwalah Haqq, bukan Hiwalah Dayn.
Kedua, adalah berdasarkan rukun Hiwalahnya.
Hiwalah Muqayyadah
adalah Hiwalah yang terjadi dimana orang yang berhutang, memindahkan hutangnya kepada Muhal Alaih, dengan mengaitkannya pada hutang Muhal alaih padanya. Maka dalam rukun Hiwalah, terdapat Muhal bih 2.

 Hiwalah Muthlaqah
adalah Hiwalah dimana orang yang berhutang, memindahkan hutangnya kepada Muhal alaih, tanpa mengaitkannya pada hutang Muhal alaih padanya, karena memang hutang muhal alaih tidak pernah ada padanya. Dengan demikian, Hiwalah Muthlaqah ini sesuai dengan konsep anjak piutang pada praktik Perbankan, dimana tidak ada hutang muhal alaihkepadanya sehingga didalam rukun hiwalahnya, tidak terdapat Muhal bih 2.

DALAM PRAKTEK
Perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Katakanlah seorang supplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.
Saat ini, akad hiwalah juga dapat diaplikasikan di Lembaga Keuangan Syariah, seperti anjak piutang maupun debt transfer. BMT BIF Gedongkuning sebagai salah satu Lembaga Keuangan Syariah juga menggunakan akad hiwalah sebagai salah satu produk pembiayaan. Akad hiwalah digunakan jika anggota mengajukan pinjaman untuk keperluan membayar biaya Rumah Sakit, sekolah atau membayar hutang anggota di pihak lain yang hampir jatuh tempo. Dalam pelaksanaan akad hiwalah tersebut, BMT BIF Gedongkuning mengenakan fee.
Namun, dalam prakteknya di BMT BIF Gedongkuning hanya dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak BMT BIF dan pihak anggota, sehingga jika dilihat, praktek tersebut hampir sama dengan akad al-Qard (hutang piutang).
Setelah melakukan penelitian di BMT BIF Gedongkuning Yogyakarta tentang praktek hiwalah, dapat diambil kesimpulan antara lain: dari segi subyek, akad hiwalah di BMT BIF Gedongkuning adalah sah. Dimana anggota sebagai muhil, pihak lain (Rumah Sakit, sekolah atau person) adalah muhal, BMT BIF Gedongkuning adalah muhal alaih. Dari segi sigah, tidak sah karena salah satu dari tiga pihak tidak mengetahui adanya akad hiwalah.
Dengan melihat berbagai transaksi modern saat ini yang menggunakan akad Hiwalah, ditemukan bahwa telah terjadi perubahan model dalam proses akad Hiwalah. Dimana pada model klasik berdasarkan definisi, Muhil menjadi hilang tanggung jawab hutangnya karena muhalalaih yang meneruskan hutang muhil kepada Muhal karena Muhal alaih telah memiliki hutang kepada muhil sebelumnya.
Namun dalam model modern saat ini, Muhil masih bertanggungjawab terhadap hutangnya. Hanya pihak piutangnya saja yang berpindah dari muhal kemuhal alaih. Kemudian contoh yang lain adalah dalam praktek Credit Card, istilah yang pas (sesuai) adalah hiwalah haqq, karena terjadi perpindahan menuntut tagihan (piutang) dari  nasabah kepada bank oleh merchant. Contoh ini pun sama dengan contoh BMT, dimana dari segi sigah, transaksi ini tidak sah dikarenakan salah satu dari tiga pihak tidak mengetahui adanya akad hiwalah.
Akad hiwalah telah dapat diterapkan dalam Institusi Keuangan Islam di Indonesia. Fatwa untuk akad ini telah dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia NO: 12/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini akan mendukung perkembangan produk-produk keuangan Islam dengan akad Hiwalah, yang mana akan mendukung pula perkembangan perbankan dan investasi Syariah di Indonesia.
PERLAKUAN AKUTANSI Al-HILAWAH.
Bagi pihak yang mengambil alih.
Pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu).
Jurnal:
Credit: Kas.
Debit: Pendapatan Al-Hiwalah.
Pada saat membayar beban.
Jurnal pencatatannya:
Credit: Kas.
Debit: Beban Al-Hiwalah.

Bagi pihak yang diambil alih.
Pada saat membayar iuran tunai.
Jurnal:
Credit: Kas.
Debit: Beban Al-Hiwalah.

BERAKHIRNYA AKAD AL-HIWALAH
Berakhirnya akad al-hiwalah hanya terjadi apabila:
Hiwalah berjalan dengan sah, dengan sendirinya tanggungan Muhil menjadi gugur.
Andaikan muhal ‘alaih (penanggung) mengalami kepailitan, membantah hiwalah tau meninggal dunia, maka si muhal (kreditur) tidak boleh lagi kembali kepada muhil (debitur), kecuali dalam hal penipuan.
Jika muhal mendhibahkan harta kepada Muhal ‘alaih dan ia menerima hibah tersebut.
Jika muhal menghapusbukukan kewajiban membayar utang kepada muhal ‘alaih.
Karena dibtalkannya atau fasakh. Dalam keadaan dalam keadaan ini hak penagih dari muhal akan kembali lagi kepada muhil.




Bab 3
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan al-hiwalah di Indonesia merupakan salah satu upaya untuk memberi ruang bagi umat Islam agar tidak bermuamalah dan memperoleh harta dengan cara yang batil seperti yang disebutkan dalam Hadits Nabi Muhammad SAW yaitu sebagai berikut:
Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman, dan jika salah seorang (dihiwalahkan) kepada orang yang kaya yang mampu, maka turutlah (pengalihan tersebut).” (HR. Bukhari Muslim).
 Kehadiran al-hiwalah juga merupakan bentuk penyediaan sarana bagi umat Islam untuk ikut berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Muamalah  yang menganut prinsip-prinsip syariah Islam, diantaranya larangan penggunaan riba, dan mengindari dari sifat gharar dan maysir.

SARAN
Dari uraian-uraian di atas, terlihat bahwa pembayaran anjak piutang menurut bank syariah merupakan tuntutan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Pelaksanaan al-hilawah ini, membuka jalan kepada umat Muslim untuk dapat menjalankan perekonomian tanpa melanggar ketentuan-ketentuan agama Islam.
 Melihat hal-hal tersebut di atas, ada baiknya jika al-hiwalah di Indonesia mulai dikembangkan dengan luas, disosialisasikan dengan baik, berhubung karena permintaan masyarakat akan ketentuan syariah dalam perekonomian semakin meningkat. Selain itu juga dalam pelaksanaan pasar modal syariah hendaknya memperhatikan ketentuan-ketentuan syariah Islam, seperti larangan riba, gharar dan maysir. Hal ini dimaksudkan supaya dengan muamalah tersebut memang benar-benar sesuai dengan syariah Islam.










DAFTAR PUSTAKA

Wirdyaningsih, S.H, M.H, dkk. “Bank dan Asuransi Hukum Islam di Indonesia”. Jakarta: Kencana. 2005

Gemala Dewi, S.H, LL.M,. “Aspek-Aspek Hukum dalam Perbank dan Perasuransi Islam di Indonesia”. Jakarta: Kencana. 2005

Kesuma Ayu, Riana, S.H,M.H, “Praktek perbankan syariah dalam penerapan hiwalah” Jakarta, Website: http://websiteayu.com/artikel/praktek-perbankan-syariah-dalam-penerapan-hiwalah (ditelusuri 20 November 2010).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar