cari tugasmu

Selasa, 31 Mei 2011

bank asuransi dan hukum islam

Bab 2
Pembahasan dan Analisis

A.    PENGANTAR

     Dengan semakin meningkat dan bertambahnya kebutuhan ekonomi kerakyatan, kegiatan transaksi ekonomi dengan sistem ekonomi Islam kian  meningkat. Berbagai konsep akad pada bank Islampun diterapkan dengan baik, antara lain penerapannya sebagai penghimpunan dana, penyaluran dana, dan jasa pelayanan. Salah satu dari jasa pelayanan bank syariah kepada masyarakat adalah Hiwalah.
              Hiwalah adalah memindahkan utang dari Muhil (yang berutang/debitur) kepada menjadi tanggungan muhal ‘alaih (yang melakukan pembayaran/ pihak ketiga). Sedangkan yang menghutangkan disebut Muhal (Kreditur). Contoh : misal Tuan A karena transaksi perdagangan berutang kepada Tuan C. Tuan A mempunyai simpanan di bank, maka atas permintaan Tuan A, bank dapat melakukan pemindahbukuan dana pada rekening tuan A untuk keuntungan rekening B. Atas pengalihan utang ini bank memperoleh fee. Al-hiwalah bisa juga dilakukan untuk kegiatan anjak piutang syariah atau penjadwalan kembali utang di mana bank syariah mendapat keuntungan dari jual beli aset yang dijadikan agunan.
Sumber Hukum.
Dasar hukum Al-Hiwalah adalah Hadits Nabi Muhammad SAW yaitu sebagai berikut:
“Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah kezaliman, dan jika salah seorang (dihiwalahkan) kepada orang yang kaya yang mampu, maka turutlah (pengalihan tersebut).” (HR. Bukhari Muslim).
Pada hadist ini, Rasullah memerintahkan kepada orang yang mengutangkan (Muhal) jika orang yang berutang (Muhil) menghiwalahkan kepada orang kaya dan berkemampuan, hendaklah ia menerima hiwalah tersebut dan hendaklah ia mengikuti (menagih) kepada orang yang dihiwalahkannya (Muhal ‘alaih), dengan demikian haknya dapat terpenuhi (dibayar)
Rukun dan syarat Al-Hiwalah
  1. Relanya pihak Muhil (debitur) dan Muhal (kreditur)
  2. Samanya kedua hak (barang yang diutangkan dengan penggantinya) baik jenis maupun kadarnya. Penyelesaiannya, tempo/waktu, mutu baik dan buruk. Misalnya: utang emas harus diganti pula dengan emas pula, atau jika utang harus dibayar sekarang, tidak boleh ditangguhkan dan sebagainya.
  3. Stabilnya utang (penggantinya harus ada). Jika penghiwalahan itu kepada pegawai yang gajinya belum dibayar, hiwalah tidak sah.
  4. Bahwa kedua hak tersebut diketahui dengan jelas.
Rukun dan Ketentuan Syariah.
A.    Rukun akad Al-Hiwalah:
1.      Subjek, terdiri atas:
a.       Pihak yang berhutang atau yang berpiutang.
b.      Pihak yang berpiutang atau yang berhutang.
c.       Pihak pengambil alih hutang atau piutang.
2.      Objek Akad, terdiri atas:
a.       Adanya hutang.
b.      Adanya piutang.
3.      Ijab Kabul / Serah Terima.

B.     Ketentuan Syariah yaitu:
Pelaku:
1.      Baligh.
2.      Berakal Sehat.
3.      Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (rida’) dengan pengalihan hutang piutang tersebut.
4.      Diketahui identitasnya.


Ketentuan umum peraturan Al-Hiwalah diatur dalam Fatwa DSN No.12/DSN-MUI/IV/2000, dengan isi ketentuannya sebagai berikut:
1.      Rukun hawalah adalah muhil yaitu orang yang berutang dan sekaligus berpiutang, muhal atau muhtal yaitu orang yang berpiutang kepada muhil,muhal ‘alaih yaitu orang yang berutang kepada muhil dan wajib membayar utang kepada muhtal,muhal bih, yaitu utang muhil kepada muhtal,  dan sighat (ijab kabul).
2.      Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
3.      Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespodensi, atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
4.      Hawalah dilakukan harus dengan persetujuan muhil, muhal/muhtal, dan muhal ‘alaih.
5.      Kedudukan dan kewajiban para pihak harus dinyatakan dalam akad secara tegas.
6.      Jika transaksi hawalah telah dilakukan, pihak-pihak yang terlibat hanyalah muhtal dan muhal ‘alaih dan hak penagihan muhal berpindah kepada muhal ‘alaih.




  1. ANJAK PIUTANG DI BANK SYARIAH
Skema Al-Hiwalah (Anjak Piutang):

Akad Hiwalah, dalam praktiknya dapat dibedakan ke dalam dua kelompok:
1.      Pertama, adalah berdasarkan jenis pemindahannya
1.1  Hiwalah Dayn
adalah pemindahan kewajiban melunasi hutang kepada orang lain
1.2  Hiwalah Haqq
adalah pemindahan kewajiban piutang kepada orang lain.
Hiwalah Dayn dan Haqq sesungguhnya sama saja, tergantung dari sisi mana melihatnya. Disebut Hiwalah  Dayn jika kita memandangnya sebagai pengalihan hutang, sedangkan sebutan Haqq, jika kita memandangnya sebagai pengalihan piutang. Berdasarkan definisi ini, maka anjak piutang (factoring) yang terdapat pada praktik perbankan, termasuk ke dalam kelompok Hiwalah Haqq, bukan Hiwalah Dayn.
2.      Kedua, adalah berdasarkan rukun Hiwalahnya.
2.1  Hiwalah Muqayyadah
adalah Hiwalah yang terjadi dimana orang yang berhutang, memindahkan hutangnya kepada Muhal Alaih, dengan mengaitkannya pada hutang Muhal alaih padanya. Maka dalam rukun Hiwalah, terdapat Muhal bih 2.

2.2   Hiwalah Muthlaqah
adalah Hiwalah dimana orang yang berhutang, memindahkan hutangnya kepada Muhal alaih, tanpa mengaitkannya pada hutang Muhal alaih padanya, karena memang hutang muhal alaih tidak pernah ada padanya. Dengan demikian, Hiwalah Muthlaqah ini sesuai dengan konsep anjak piutang pada praktik Perbankan, dimana tidak ada hutang muhal alaihkepadanya sehingga didalam rukun hiwalahnya, tidak terdapat Muhal bih 2.

Dalam praktek
perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Katakanlah seorang supplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek.
Saat ini, akad hiwalah juga dapat diaplikasikan di Lembaga Keuangan Syari’ah, seperti anjak piutang maupun debt transfer. BMT BIF Gedongkuning sebagai salah satu Lembaga Keuangan Syari’ah juga menggunakan akad hiwalah sebagai salah satu produk pembiayaan. Akad hiwalah digunakan jika anggota mengajukan pinjaman untuk keperluan membayar biaya Rumah Sakit, sekolah atau membayar hutang anggota di pihak lain yang hampir jatuh tempo. Dalam pelaksanaan akad hiwalah tersebut, BMT BIF Gedongkuning mengenakan fee.
Namun, dalam prakteknya di BMT BIF Gedongkuning hanya dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak BMT BIF dan pihak anggota, sehingga jika dilihat, praktek tersebut hampir sama dengan akad al-Qard (hutang piutang).
Setelah melakukan penelitian di BMT BIF Gedongkuning Yogyakarta tentang praktek hiwalah, dapat diambil kesimpulan antara lain: dari segi subyek, akad hiwalah di BMT BIF Gedongkuning adalah sah. Dimana anggota sebagai muhil, pihak lain (Rumah Sakit, sekolah atau person) adalah muhal, BMT BIF Gedongkuning adalah muhal ‘alaih. Dari segi sigah, tidak sah karena salah satu dari tiga pihak tidak mengetahui adanya akad hiwalah.
Dengan melihat berbagai transaksi modern saat ini yang menggunakan akad Hiwalah, ditemukan bahwa telah terjadi perubahan model dalam proses akad Hiwalah. Dimana pada model klasik berdasarkan definisi, Muhil menjadi hilang tanggung jawab hutangnya karena muhal’alaih yang meneruskan hutang muhil kepada Muhal karena Muhal ’alaih telah memiliki hutang kepada muhil sebelumnya.
Namun dalam model modern saat ini, Muhil masih bertanggungjawab terhadap hutangnya. Hanya pihak piutangnya saja yang berpindah dari muhal kemuhal ’alaih. Kemudian contoh yang lain adalah dalam praktek Credit Card, istilah yang pas (sesuai) adalah hiwalah haqq, karena terjadi perpindahan menuntut tagihan (piutang) dari  nasabah kepada bank oleh merchant. Contoh ini pun sama dengan contoh BMT, dimana dari segi sigah, transaksi ini tidak sah dikarenakan salah satu dari tiga pihak tidak mengetahui adanya akad hiwalah.
Akad hiwalah telah dapat diterapkan dalam Institusi Keuangan Islam di Indonesia. Fatwa untuk akad ini telah dikeluarkan oleh Dewan Syari’ah Nasional – Majelis Ulama Indonesia NO: 12/DSN-MUI/IV/2000. Hal ini akan mendukung perkembangan produk-produk keuangan Islam dengan akad Hiwalah, yang mana akan mendukung pula perkembangan perbankan dan investasi Syariah di Indonesia.
Perlakuan Akutansi Al-Hiwalah.
B.     Bagi pihak yang mengambil alih.
1.      Pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu).
Jurnal:
Credit: Kas.
Debit: Pendapatan Al-Hiwalah.
2.      Pada saat membayar beban.
Jurnal pencatatannya:
Credit: Kas.
Debit: Beban Al-Hiwalah.

C.     Bagi pihak yang diambil alih.
Pada saat membayar iuran tunai.
Jurnal:
Credit: Kas.
Debit: Beban Al-Hiwalah.

Berakhirnya akad Al-Hiwalah
Berakhirnya akad al-hiwalah hanya terjadi apabila:
ü  Hiwalah berjalan dengan sah, dengan sendirinya tanggungan Muhil menjadi gugur.
ü  Andaikan muhal ‘alaih (penanggung) mengalami kepailitan, membantah hiwalah tau meninggal dunia, maka si muhal (kreditur) tidak boleh lagi kembali kepada muhil (debitur), kecuali dalam hal penipuan.
ü  Jika muhal mendhibahkan harta kepada Muhal ‘alaih dan ia menerima hibah tersebut.
ü  Jika muhal menghapusbukukan kewajiban membayar utang kepada muhal ‘alaih.
ü  Karena dibtalkannya atau fasakh. Dalam keadaan dalam keadaan ini hak penagih dari muhal akan kembali lagi kepada muhil.









Bab 3
KESIMPULAN


















DAFTAR PUSTAKA

1.      Wirdyaningsih, S.H, M.H, dkk. “Bank dan Asuransi Hukum Islam di Indonesia”. Jakarta: Kencana. 2005

2.      Gemala Dewi, S.H, LL.M,. “Aspek-Aspek Hukum dalam Perbank dan Perasuransi Islam di Indonesia”. Jakarta: Kencana. 2005

Kesuma Ayu, Riana, S.H,M.H, “Praktek perbankan syariah dalam penerapan hiwalah” Jakarta, Website: http://websiteayu.com/artikel/praktek-perbankan-syariah-dalam-penerapan-hiwalah (

Tidak ada komentar:

Posting Komentar