cari tugasmu

Selasa, 31 Mei 2011

hukum acara pidana 3

I.                    Definisi dan Asas

Pengertian dari Hukum Acara Pidana secara sempit dapat dilihat dari definisi yang dikemukakan oleh Prof. Wirjono Projodikoro, yaitu rangkaian peraturan – peraturan yang memuat cara bagaimana aparatur penegak hukum dalam sistem peradilan pidana bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum pidana. Dalam hukum pidana diatur “bila”, kepada “siapa” dan “bagaimana” hakim  dapat menjatuhkan pidana. Di sisi lain, hukum acara pidana harus berorientasi sebagai suatu sistem, suatu sistem yang menegakkan keadilan, memberantas kejahatan, dan mencegah kejahatan. Konsep sistem semacam ini disebut Sistem Peradilan Pidana (“SPP”), yang mana merupakan pengertian yang lebih luas dari hukum  acara pidana.

Ketentuan berlakunya hukum pidana secara umum didasarkan pada UU No.8 tahun 1981, Perundang – Undangan sektoral secara khusus, Peraturan – Peraturan Pelaksanaan lainnya.


II.                  Penyidikan dan Penyelidikan
1.       KUHAP memberi definisi penyelidikan sebagai serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh undang-undang. Kalau dihubungkan dengan teori hukum acara pidana seperti dikemukakan oleh Van Bemmelen maka penyelidikan adalah tahap pertama dalam tujuh tahap hukum acara pidana atau dengan kata lain tahap dasar pencarian kebenaran. Dalam tahap penyelidikan pihak yang berwenang dalam menjalankan tugas penyelidikan adalah penyelidik, dalam hal ini pejabat kepolisian RI ( berdasarkan pasal 4 KUHAP ) dan Pegawai Negeri Sipil ( berdasarkan UU di luar KUHAP ). Penyelidik dalam menjalankan tugasnya memiliki dasar yang dapat dikategorokan dalam tiga jenis dasar penyelidikan, yaitu : atas dasar laporan, atas dasar tertangkap tangan, dan atas dasar pengaduan. Penyelidik memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut :
1)      Menerima laporan atau pengaduan
2)      Mencari keterangan dan barang bukti
3)      Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri
4)      Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
Sedangkan tugas dan wewenang yang didasarkan atas perintah penyidik, antara lain :
1)      Melakukan penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan

2)      Pemeriksaan dan penyitaan surat

3)      Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

4)      Membawa dan menghadapkan seorang kepada penyidik

5)      Menyampaikan hasil penyelidikan kepada penyidik

Proses penyelidikan berdasarkan laporan atau aduan diawali dengan penerimaan laporan atau aduan tersebut, lalu mencari keteranagn dari pelapor, saksi, bukti dan lain lain, setelah itu disusunnya berita acara untuk kemudian diserahkan kepada penyidik. Dalam hal tersangka tertangkap tangan maka proses tersebut diawali dengan penangkapan tersangka disertai pemeriksaan TKP dan saksi saksi di TKP, lalu mengumpulkan dan menyita barang bukti serta membuat Berita Acara Penyitaan terhadap barang bukti, kemudian mencari keterangan dari tersangka dan saksi-saksi, setelah itu membuat berita acara untuk kemudian diserahkan kepada penyidik. Kedua jenis proses ini sama-sama diakhiri dengan penyerahan hasil penyelidikan terhadap penyidik

2.            KUHAP mendefinisikan Penyidikan sebagai serangkaian tindakan penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang – undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Pihak yang memiliki kewenangan dan tugas dalam melakukan penyidikan adalah penyidik yang dalam hal ini berdasarkan pasal 6 KUHAP adalah Pejabat Kepolisian RI dan PNS. Proses penyidikan adalah sebagai berikut : 
1)      Wajib melakukan penyidikan atas laporan dan/atau pengaduan atas suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.
2)      Melakukan bantuan, petunjuk kpd Pj. Penyidik Pns.
3)      Pj. Penyidik Pns wajib melapor kepada Pj. Penyidik Kepolisian RI.
4)      Peran aktif masyarakat/Pns dalam penegakan hukum thdp penanggulangan kejahatan
5)      Proses penyidikan (Psl 109 – 135 KUHAP)
6)      Penyidik menyerahkan berkas perkara kpd PU (Psl 8)

III.    Penangkapan dan Penahanan
1.       Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Pengertian tersebut terdapat dalam pasal 1 butir 20 KUHAP.  Kewenangan melakukan penangkapan dijalankan oleh penyidik dan penyidik pembantu selain itu juga dapat dilakukan oleh penyelidik atas dasar perintah dari penyidik maupun penyidik pembantu,  ketentuan ini diatur dalam pasal 16 KUHAP. Di samping itu dalam hal tertangkap tangan siapapun dapat melakukanpenangkapan, alasan ini diperkuat dengan kenyataan bahwa penangkapan dapat dilakukan bukan hanya karena alasan untuk kepentingan penyidikan tetapi juga untuk kepentingan penyelidikan. Oleh karena itu, definisi menurut pasal 1 butir 20 KUHAP perlu diperbaiki. Syarat dilakukannya penengkapan adalah perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Prosedur melakukan penangkapan adalah sebagai berikut  :
a.       Menyerahkan SPP kepada Tsk dengan memuat identitasnya, alasan dan uraian singkat perkara dan tempat diperiksa;
b.      Surat tembusan kepada keluarga.
c.       Dalam tertangkap tangan, boleh tanpa SPP namun wajib menyerahkan tsk dan barang bukti kpd Penyidik atau Penyidik Pembantu terdekat;
d.      Penangkapan paling lama 24 jam.
e.      Tersangka pelanggaran tidak ada penangkapan kecuali 2x berturut2 di panggil tidak mengindahkan tanpa alasan sah (ps.19).
Penangkapan dilakukan paling lama satu hari sebagaimana yang dimaksudkan dalam pasal 17 KUHAP. Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah.

2.       Penahanan adalah adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Definisi ini menurut pasal 1 butir 21 KUHAP. Pihak yang berwenang dalam melakukan penahan menurut ketentuan dalam pasal 20 KUHAP adalah penyidik atau penyidik pembantu yang mendapat pelimpahan dari penyidik, jaksa penuntut umum dan hakim. Penahanan dapat terjadi dengan syarat-syarat tertentu, terdapat dua macam jenis syarat terkait dengan penahanan tersebutyaitu,syarat material dan syarat formil. Syarat formil sebagaiman diatur dalam pasal 21 ayat 4 menyatakan dilakukannya penahanan adalah terhadap tersangka atau terdakwa  harus ada bukti yang cukup dan dugaan keras melakukan tindak pidana dan ada kekhawatiran tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Jenis syarat yang kedua adalah syarat material, syarat materil membatasi bahwa tersangka atau terdakwa yang dapat ditahan adalah tindak pidana yang dilakukan diancampidana 5 tahun atau lebih, tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1)[1], Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi(Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086). Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan. Penahanan ada tiga macam, yaitu penahanan rumah tahanan negara, penahanan rumah ( dikurangi 1/3 ), dan penahanan kota ( dikurangi 1/5 ), dalam praktik jarang dilakukan penahanan kota atau rumah. Berikut ini adalah rincian jangka waktu penahanan :
a.       Penyidik / Pembantu Penyidik                           20 hari;
b.      Perpanjangan oleh PU                                           40 hari;
c.                                                                                                                                        PU                                                                                            20 hari;
d.      Perpanjangan oleh Ketua PN                              30 hari;
e.      Hakim PN                                                    30 hari;
f.        Perpanjangan oleh Ketua PN                               60 hari;
g.       Hakim PT                                                     30 hari;
h.      Perpanjangan oleh Ketua PT                                60 hari;
i.         MA                                                                  50 hari;
j.        Ketua MA                                                       60 hari;
Syarat diadakannya perpanjangan penahanan adalah sebagai berikut,
1.       Perpanjangan penahanan atas dasar alasan yang patut dan tak dapat dihindarkan  {pasal 50 UU No.3/1997} yaitu :
” tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat, yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter”
    
2.       Perpanjangan tsb berlaku selama 15 hari dan diperpanjang  15 hari untuk setiap tingkat pemeriksaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar