cari tugasmu

Selasa, 31 Mei 2011

hukum kesehatan

Hukum Kesehatan

1.      A). Pada awal 1979. Suatu sore, dr. Setyaningrum menerima pasien, Nyonya Rusmini, 28, istri Kapten Kartono yang menderita radang tenggorokan. Dokter itu langsung menginjeksi pasiennya dengan streptomyane. Ternyata, beberapa detik kemudian, Rusmini mual, dan kemudian muntah. dr. Setyaningrum tersadar bahwa pasiennya alergi terhadap penisilin. Sebab itu, ia segera menyusulkan obat anti-alergi, cortison. Tapi tak ada perubahan. Karena itu, dokter kembali memberi suntikan denadryl (juga obat antialergi). Nyonya Rusmini semakin lemas, dan tekanan darahnya rendah sekali. Dalam keadaan gawat begitu dr. Setyaningrum segera mengirim pasiennya ke RSU R.A.A. Soewondo, Pati, 5 km dari desa itu. Tapi pasien tidak tertolong lagi. Lima menit setelah sampai di rumah sakit, Rusmini meninggal. Kapten Kartono kemudian melaporkan kejadian itu kepada polisi. Hakim Pengadilan Negeri Pati, Kastolan, berkesimpulan bahwa dr. Setyaningrum melakukan kealpaan sehingga pasiennya meninggal. Sebab, menurut hakim, seorang dokter seharusnya menanyai pasien lebih dulu tentang kemungkinan alergi terhadap antibiotik, dan dokter itu juga tidak melakukan tes alergi sebelum melakukan penyuntikan. Setelah pasien alergi, tambah hakim itu, Setyaningrum tidak menolong pasiennya, misalnya dengan memberikan cairan infus, oksigen, dan pemijatan jantung.

B).  1). Aspek Pidana dari kasus dr. Setyaningrum adalah seorang dokter yang menyimpang dari Standar Profesi Kedokteran melakukan kesalahan profesi atau “kunsfour” atau malpraktek medis tetapi belum tentu dokter tersebut melakukan malapraktek medis yang dipidana. Malapraktek medis harus dibuktikan adanya dengan melihat apakah adanya unsur culpa lata atau kelalaian berat ataupun adanya akibat fatal atau serius, baru dapat dipidana.sesuai dengan keputusan Hoge Raad Belanda tanggal 3 Februari 1913 yang menyatakan bahwa untuk pasal 307 W.v.S. Belanda sama dengan pasal 359 dan pasal 360 KUHP Indonesia dibutuhkan pembuktian culpa lata untuk medikus dan bukan culpa levis. Kedua pasal tersebut merupakan pasal yang bisa diterapkan secara umum. Demikian pula dokter yang karena kelalaiannya dapat menyebabkan pasien tersebut meninggal dapat dikenakan pasal tersebut.
            2). Aspek Perdata dari kasus dr. Setyaningrum adalah dimana rumah sakit atau dokter digugat secara perdata maka culpa levis atau kelalaian ringan, sudah cukup untuk menjatuhkan putusan bayar kerugian kepada pasien.
                        Aspek Perdata medis meliputi unsur:
1.      Menyimpang dari Standar Profesi Kedokteran.
2.      Adanya kelalaian meskipun hanya culpa levis
3.      Adanya kaitan kausal antara tindakan medis dengan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan tersebut.
Hubungan antara dokter dan pasiennya bisa merupakan relasi medis dan juga relasi hukum, dalam hal ini disebut kontrak medis, yang hanya dalam rangka penyembuhan disebut Kontrak Terapeutis. Hubungan tersebut tidak hanya kuratif namun juga preventif. Kontrak medis bisa tertulis namun bisa juga tidak tertulis dan bila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya disebut wanprestasi. Untuk menghindari tuntutan atau gugatan hukum, dokter antara lain harus membuat rekam medis yang lengkap dan benar, karena ini merupakan alat bukti yang dapat dipergunakan bila ada hal-hal yang tidak diinginkan para medici.
3). Aspek Administratif dari kasus dr. Setyaningrum adalah penyusunan protokol pelayanan kesehatan, misalnya petunjuk tentang “informed consent”. Protokol ini dapat dijadikan pegangan apabila dokter dituduh telah melakukan kelalaian. Selama dokter bertindak sesuai dengan protokol tersebut, dia dapat terlindung dari tuduhan malapraktek. Izin praktek yang dikeluarkan pihak Depkes harus dimiliki oleh setiap dokter yang berpraktek. Perizinan rumah sakit, apotek juga diatur oleh pihak Depkes.
2.         A). Lumpuh Karena Salah Diagnosis, Sumber: Majalah Kartini No. 2132, 3 S/D 17 Februari 2005
B).  Analisis kasus
Menurut Prof. H. J. J. Leenen, defenisi hukum kesehatan adalah hukum yang meliputi semua ketentuan hukum yang langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administratif dalam hubungan tersebut. Pula pedoman internasional, hukum kebiasaan dan yurisprudensi yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu dan literatur, menjadi sumber hukum kesehatan. Penjelasan lebih lanjut yaitu seluruh ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan bidang pemeliharaan kesehatan. Pengertian istilah ketentuan lebih luas dari istilah peraturan hukum, karena peraturan hukum umumnya tertulis. Pengertian ketentuan hukum lebih luas dari pengertian peraturan hukum karena termasuk pula hukum tidak tertulis. Ketentuan tidak langsung yang berhubungan dengan hukum kesehatan meliputi pidana, perdata dan administratif.
Pada kasus yang saya pilih tentang lumpuh akibat salah diagnosa, kasus ini memenuhi unsur menurut Prof. Lennen yaitu ketentuan hukum yang langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapan dari hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administratif. Dalam kasus ini menimpa dosen FISIP UI Irwanto, PhD. pada tahun 2003 ketika Irwanto mengeluh dadanya merasa sesak di dada sebelah kiri hingga punggung. Setelah dilakukan elektro kardiografi, dokter meyimpulkan bahwa Irwanto mengalami penyumbatan tiba-tiba (mycrocardinal infraction). Selain itu Irwanto divonis terkena serangan jantung. Sebagai obat, Irwanto diberi infus untuk mencairkan darah. Namun darah Irwanto mengencer terlalu cepat sehingga dia mengalami sakit tengkuk yang luar biasa. Tak lama kemudian dia kehilangan sensitivitas pada kaki dan tangannya. Saat merujuk pada rumah sakit lain, dokter mengatakan bahwa dia hanya kelelahan dan bukan serangan jantung. Akibatnya Irwanto harus mengalami lumpuh separuh badan.
Dokter pada kasus Irwanto menyalahi protokol diagnosis yang sudah ditetapkan pada setiap rumah sakit dan hal ini merupakan kelalaian besar atau culpa lata karena unsur dari culpa lata adalah kelalaian yang dilakukan oleh seseorang yang seharusnya tidak melakukan kelalaian tersebut. Dalam hal ini, dokter yang merawat Irwanto memberikan diagnosis yang salah serta memberikan resep yang menyalahi penyakit yang diderita oleh Irwanto sehingga menyebabkan lumpuh separuh tubuh yang menyebabkan Irwanto tidak dapat menjalani hidupnya seperti sediakala. Sang dokter dapat diancam dengan pasal 360 ayat (1) KUHP tentang Kelalaian yang menyebabkan seseorang lain mendapat luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Dokter melakukan kelalaian sehingga menghalangi menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian untuk selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar