cari tugasmu

Selasa, 31 Mei 2011

hukum kewarisan islam

Sumber hukum kewarisan islam
Al quran
Al quran adalah sumber utama hukum islam. Di negara indonesia hukum islam sebagai salah satu hukum positif masih diperlukan dalam berbagai hal. Dalam hal ini berkaitan dengan kewarisan islam.
Menurut sayuti thalib pada bukunya yang berjudul "hukum kewarisan islam di indonesia", beberapa ayat alquran yang langsung mengatur pembagian harta warisan adalah sebagai berikut:
1. Qs 4 : 7 mengatur penegasan bahwa laki-laki dan perempuan masing-masing dapat mewaris.
2. Qs 4 : 11 mengatur perolehan anak, ibu, dan bapak serta soal wasiat dan utang.
3. Qs 4 : 12 mengatur perolehan janda, duda, saudara dalam hal kalaalah dan soal wasiat serta utang.
4. Qs 4 : 33 mengatur mengenai mawali seseorang yang mendapat harta peninggalan dari ibu bapaknya, aqrabunnya dan tolam seperjanjiannya serta perintah agar pembagian bagian tersebut dilaksanakan.
5. Qs 4 : 176 menerangkan mengenai arti kalaalah dan mengatur mengenai perolehan saudara dalam hal kalaalah.

Sunnah rasul
Sunnah rasul dalam kewarisan islam tidak berisi tentang induk persoalan pembagian harta peninggalan karena semuanya telah diatur secars jelas di al quran tentangpembagian ahli waris.
Hadist rasul disini termasuk juga atsar sahabat rasulullah akan sangat membantu di dalam pemecahan pembagian warisan sepanjang berkaitan dengan hukum kewarisan yang tidak disebutkan dalam alquran.
Hadist tersebut adalah :
1.      Jaabir bin Abdullah dalam hubungan turunnya Qs 4 :176 yang mengatur soal kalaalah.
2.      Zaid bin Tsabit yang mengatur perolehan anak dari anak laki-laki (cucu melalui anak laki-laki).
3.      Abu Bakar yang mengatur bagian Datuk.
4.      Ali bin Abi Thalib yang membahas mengenai utang dang wasiat.
5.      Saad bin Abi Waqqas mengenai batas wasiat.
6.      Ali bin Abi Thalib yang membahas tentang ‘Awl.
7.      Ibnu Abbas yang membahas mengenai keutamaan sesama ahli waris dan soal hijab menghijab yang didasarkan kepada hadist Ibnu Abbas dan zaid bin Tsabit.
8.      Abu Hurarirah dan Jabir mengenai perkataan Rasulullah bahwa ahli waris bayi yang dilahirkan menangis berhak mewaris.
9.      Abu Hurairah mengenai perkataan Rasulullah bahwa ahli waris hanya bertanggung jawab setinggi-tingginya sejumlah harta peninggalan pewaris.

Ijtihad
Al-quran dan Hadist rasul telah memberi berbagai ketentuan secara rinci terhadap pembagian warisan, dan dalam beberapa hal lainnya masih diperlukan ijtihad sebagai salah satu sumber hukum islam yang hal tersebut tidak tercantum didalam al-quran maupun hadist rasul. Seperti contohnya  menurut Ahmad Azhar Basyir dalam bukunya yang berjudul Hukum Waris Islam adalah mengenai bagian ibu apabila hanya mewaris dengan bapak dan suami atau istri.




Sebab-sebab Mewaris

Rukun mewaris
Dalam bukunya yang berjudul Fiqh Mawaris, Ahmad Rofiq menulis bahwa masalah kewarisan baru timbul apabila memenuhi rukun-rukun mewaris yaitu:
1.      Harus ada muwarrits, yaitu adanya orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta peninggalan. Syaratnya adalah bahwa muwarrits tersebut harus benar-benar telah meninggal dunia.
Muwarrits tersebut harus terbukti meninggal secara hakiki, hukmy atau taqdiri.
Mati hakiki berarti mati yang terbukti secara medis atau dengan melihat panca indra.
Mati hukmy berarti mati secara yuridis yaitu seseorang dinyatakan meninggal atau dianggap meninggal dikarenakan menghilang dan tidak diketahui kabarnya seperti dalam perang, pergi merantau ke suatu negara. Orang dianggap meninggal setelah adanya putusan dari pengadilan, dan setelah itu jika orang tersebut memiliki harta peninggalan dapat ditentukan pembagian harta warisannya. Penetapan kematian tersebut harus ditentukan oleh hakim dan bukan dari orang yang tidak mempunyai otoritas.
Mati taqdiri adalah seseorang diduga kuat mati karena sesuatu seperti minum racun, dipaksa minum racun, terminum racun, dibunuh, bunuh diri, atau terbunuh.
2.      Harus ada al-waris atau ahli waris, yaitu adanya orang yang akan mewarisi harta peninggalan si muwarrits karena memiliki dasar yang diatur dalam sumber hukum kewarisan islam.
3.      Harus ada al-mauruts atau al-mirats, yaitu harta peninggalan setelah dikurangi biaya perawatan jenazah, pelunasan utang dan pelaksanaan wasiat.
Ketiga unsur ini harus dipenuhi dalam lingkaran kesatuan Ketiga unsur ini harus dipenuhi dalam lingkaran kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan menjadi asas yang mendasar atau fundamental untuk menciptakan terjadinya kewarisan. Jika salah satu rukun kewarisan ini tidak dipenuhi maka dapat menyebabkan tidak berlakunya suatu kewarisan.

Syarat-syarat mewaris
Persyaratan pewarisan ada 3 yaitu :
1.      Adanya orang yang meninggal dunia baik secara hakiki, atau hukumnya. Jadi syaratnya adalah seseorang secara pasti telah meninggal atau atas pertimbangan hukum.
2.      Ahli waris masih hidup untuk mewarisi harta peninggalan dan harus secara jelas masih hidup saat pewaris meninggal dunia. Ahli waris merupakan pengganti untuk menguasai warisan yang ditinggalkan pewaris. Oleh karena itu pewaris harus benar-benar meninggal dunia. Dalam hal ini termasuk juga bayi dalam kandungan, jika dapat dipastikan hidup maka bayi dalam janin tersebut berhak mendapatkan warisan. Namun perlu mengetahui usia kandungan untuk mengetahui kepada siapa janin tesebut akan dinasabkan.
3.      Mengetahui golongan ahli waris. Hubungan antara pewaris dengan ahli waris harus jelas, hal ini untuk mengetahui apakah ahli waris tersebut anak kandung, suami atau istri, saudara dan sebagainya. Dengan demikian dapat ditentukan bagiannya.

Penghalang Kewarisan
Dalam hukum kewarisan islam, seseorang dapat terhalang untuk menerima warisan dikarenakan beberapa hal yaitu :
1.      Karena berlainan agama, jika agama pewaris dan ahli waris berbeda maka ahli waris tidak berhak mendapatkan bagian yang seharusnya dia dapat. Hal ini didasari oleh hadist Rasul yaitu “orang islam tidak mewarisi harta orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi harta orang islam”,(Rowahu Buchori dan Muslim).
2.      Karena pembunuhan, yang dilakukan oleh ahli waris dengan niat untuk mendapat warisan menyebabkan ahli waris tidak mendapatkan harta peninggalan pewaris. Hal ini didasari hadist Rasul yaitu “barangsiapa membunuh seorang korban, maka ia tidak dapat mewarisinya, walaupun korban tidak mempunyai ahli waris selain dirinya sendiri. (Begitu juga) walaupun korban itu adalah orang tuanya atau anaknya sendiri. Maka bagi pembunuh tidak berhak menerima warisan”,(Riwayat Ahmad).
3.      Karena perbudakan, dapat menghalangi kewarisan, bukanlah karena status kemanusiaannya namun karena status formalnya sebagai budak (hamba sahaya). Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak tehalang untuk menerima warisan karena dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat an-Nahl : 75 yang artinya “Allah SWT telah membuat perumpamaan (yakni) seorang budak (hamba sahaya) yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun...”. Namun pada masa sekarang ini perbudakan sudah dihapuskan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar