cari tugasmu

Selasa, 31 Mei 2011

hukum administrasi negara 3

Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan
dalam lapangan hukum publik. Namun sesungguhnya terdapat perbedaan
diantara keduanya. Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”,
kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-undang
atau legislatif dari kekuasaan eksekutif atau administratif. Karenanya,
merupakan kekuasaan dari segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap
suatu bidang pemerintahan atau urusan pemerintahan tertentu yang bulat.
Sedangkan “wewenang” hanya merngenai suatu “onderdeel” (bagian) tertentu
saja dari kewenangan.
Kewenangan diperoleh oleh seseorang melalui 2(dua) cara yaitu dengan
atribusi atau dengan pelimpahan wewenang.

Atribusi adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Dalam
tinjauan hukum tata Negara, atribusi ini ditunjukan dalam wewenang yang
dimiliki oleh organ pemerintah dalam menjalankan pemerintahannya
berdasarkan kewenangan yang dibentuk oleh pembuat undang-undang. Atribusi
ini menunjuk pada kewenangan asli atas dasar konstitusi (UUD) atau peraturan
perundang-undangan.
Selain secara atribusi, wewenang juga dapat diperoleh melalui proses
pelimpahan yang disebut :
a. delegasi
b. mandat.

Diantara jenis-jenis pelimpahan wewenang ini, perbedaan antara keduanya
adalah sebagai berikut :
DELEGASI

 MANDAT
Pendelegasian diberikan biasanya
antara organ pemerintah satu dengan
organ pemerintah lain, dan biasanya
pihak pemberi wewenang memiliki
kedudukan lebih tinggi dari pihak
yang diberikan wewenang

Umumnya mandat diberikan dalam
hubungan kerja internal antara atasan
dan bawahan


Terjadi pengakuan kewenangan atau
pengalihtanganan kewenangan

Tidak terjadi pengakuan kewenangan
atau pengalihtanganan kewenangan
dalam arti yang diberi mandat hanya
bertindak untuk dan atas nama yang
memberikan mandat


Pemberi delegasi tidak dapat lagi
menggunakan wewenang yang
dimilikinya karena telah terjadi
pengalihan wewenang kepada yang
diserahi wewenang

Pemberi mandat masih dapat
menggunakan wewenang bilamana
mandat telah berakhir


Pemberi delegasi tidak wajib
memberikan instruksi (penjelasan)
kepada yang diserahi wewenang
mengenai penggunaan wewenang
tersebut namun berhak untuk
meminta penjelasan mengenai
pelaksanaan wewenang tersebut

Pemberi mandat wajib untuk
memberikan instruksi (penjelasan)
kepada yang diserahi wewenang dan
berhak untuk meminta penjelasan
mengenai pelaksanaan wewenang
tersebut


Tanggungjawab atas pelaksanaan
wewenang berada pada pihak yang
menerima wewenang tersebut

Tanggungjawab atas pelaksanaan
wewenang tidak beralih dan tetap
berada pada pihak yang memberi
mandat

Baik wewenang yang diperoleh berdasarkan atribusi maupun berdasarkan
pelimpahan sama-sama harus terlebih dahulu dipastikan bahwa yang
melimpahkan benar memiliki wewenang tersebut dan wewenang itu benar ada
berdasarkan konstitusi (UUD) atau peraturan perundang-undangan.
Demikian pula wewenang dalam pembentukan Peraturan Perundangundangan
dapat dibedakan antara atribusi dan delegasi. Atribusi terdapat
apabila adanya wewenang yang dberikan oleh UUD atau UU kepada suatu badan
dengan kekuasaan dan tanggung jawab sendiri (mandiri) untuk membuat/
membentuk peraturan perundang-undangan. Sedangkan delegasi terdapat
apabila suatu badan (organ) yang mempunyai wewenang secara mandiri
membuat peraturan perundang-undangan (wewenang atribusi) menyerahkan
(overdragen) kepada suatu badan atas kekuasaan dan tanggung jawab sendiri
wewenang untuk membuat/membentuk peraturan perundang-undangan.
Wewenang atribusi dan delegasi dalam membuat/membentuk peraturan
perundang-undangan timbul karena :
1. tidak dapat bekerja cepat dan mengatur segala sesuatu sampai pada tingkat
yang rinci.
2. adanya tuntutan dari para pelaksana untuk melayani kebutuhan dengan
cepat berdasarkan aturan-aturan hukum tertentu.
Dalam suatu struktur organisasi lembaga Negara, umumnya yang terjadi
adalah pelimpahan wewenang. Lembaga Negara dibentuk berdasarkan konstitusi
(UUD) yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang. Berdasarkan
atribusi, pimpinan suatu lembaga Negara memiliki wewenang. Kewenangan ini
tidak dapat dilaksanakan oleh pimpinan lembaga Negara tersebut karenanya
kemudian untuk pelaksanaannya secara teknis di lapangan, pimpinan lembaga
Negara tersebut dapat melimpahkan wewenangnya.
Pelimpahan wewenang adalah penyerahan sebagian dari wewenang
pejabat atasan kepada bawahan tersebut membantu dalam melaksanakan
tugas-tugas kewajibannya untuk bertindak sendiri. Pelimpahan wewenang ini
dimaksudkan untuk menunjang kelancaran tugas dan ketertiban alur komunikasi
yang bertanggung jawab, dan sepanjang tidak ditentukan secara khusus oleh

peraturan perundang-undangan yang berlaku, pelimpahan wewenang yang
dapat dilimpahkan kepada pejabat bawahannya adalah wewenang
penandatanganan. Bentuk pelimpahan penandatanganan adalah :
1. pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas nama (a.n)
Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara mandat, atas nama
digunakan jika yang menandatangani surat telah diberi wewenang oleh
pejabat yang bertanggung jawab berdasarkan bidang tugas, wewenang dan
tanggung jawab pejabat yang bersangkutan. Pejabat yang bertanggung
jawab melimpahkan wewenang kepada pejabat di bawahnya, paling banyak
hanya 2 (dua) rentang jabatan struktural di bawahnya. Persyaratan
pelimpahan wewenang ini adalah :
(a) pelimpahan wewenang harus dituangkan dalam bentuk tertulis yaitu
dalam bentuk Instruksi Dinas atau Surat Kuasa;
(b) materi yang dilimpahkan harus merupakan tugas dan tanggung jawab
pejabat yang melimpahkan;
(c) pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk
kepentingan ke luar maupun di dalam lingkungan lembaga Negara
tersebut;
(d) penggunaan wewenang hanya sebatas kewenangan yang dilimpahkan
kepadanya dan materi kewenangan tersebut harus
dipertanggungjawabkan oleh yang dilimpahkan kepada yang
melimpahkan;
(e) tanggung jawab sebagai akibat penandatanganan surat berada pada
pejabat yang diatasnamakan.
2. pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah untuk beliau (u.b)
Merupakan jenis pelimpahan wewenang secara delegasi, untuk beliau
digunakan jika yang diberikan kuasa memberi kuasa lagi kepada pejabat satu
tingkat di bawahnya, sehingga untuk beliau (u.b) digunakan setelah atas
nama (a.n). Pelimpahan wewenang ini mengikuti urutan sampai 2(dua)
tingkat structural di bawahnya, dan pelimpahan ini bersifat fungsional.
Persyaratan yang harus dipenuhi :

 (a) materi yang ditangani merupakan tugas dan tanggung jawab pejabat
yang melimpahkan;
(b) dapat digunakan oleh pejabat yang ditunjuk sebagai pemangku jabatan
sementara atau yang mewakili;
(c) pada dasarnya wewenang penandatanganan meliputi surat-surat untuk
kepentingan internal dalam lingkungan lembaga Negara yang melampaui
batas lingkup jabatan pejabat yang menandatangani surat;
(d) tanggung jawab berada pada pejabat yang dilimpahkan wewenang.
3. Pelimpahan wewenang dengan menggunakan istilah atas perintah beliau
(apb.) dan atas perintah (ap.)
Merupakan pelimpahan wewenang secara mandat, dimana pejabat yang
seharusnya menandatangani memberi perintah kepada pejabat di bawahnya
untuk menandatangani sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Persyaratan pelimpahan wewenang ini yang membedakannya dengan kedua
jenis pelimpahan wewenang lainnya, yaitu hanya dapat dilakukan jika dalam
keadaan mendesak dan tidak menyangkut materi yang bersifat kebijakan.
Dalam pelaksanaan kegiatan setiap satuan kerja pada dasarnya harus
berjalan lancar dan harus ada pejabat yang mempertanggungjawabkannya, akan
tetapi terkadang karena beberapa hal terdapat pejabat yang berhalangan untuk
melaksanakan tugasnya. Untuk itu kemudian ditunjuk pejabat lain yang
bertindak sebagai pejabat pengganti sementara (Pgs) atau pejabat pelaksana
harian (Plh.), yaitu :
1. Pejabat Pengganti Sementara (Pgs.), ditunjuk berdasarkan usulan pejabat
yang berhalangan, dan penunjukan ini dituangakan secara tertulis dalam
bentuk Instruksi Dinas. Pejabat yang menggantikan adalah pejabat yang
berada dalam tingkat eselon yang sama dengan pejabat yang digantikan, dan
Pgs. mempunyai hak serta kewajiban untuk melaksanakan tugas rutin atau
dalam batas-batas tugas yang dinyatakan dalam instruksi dinas. Pejabat yang
berwenang untuk melakukan penunjukan :
a. Pimpinan Lembaga Negara untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon I;
b. Pejabat Eselon I untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon II;
c. Pejabat Eselon II untuk Pgs. untuk Pejabat Eselon III dan IV.
2. Pelaksana tugas harian (Plh.), ditunjuk apabila pejabat yang memimpin suatu
satuan kerja untuk waktu tertentu tidak dapat melaksanakan tugas secara
optimal atau berhalangan antara lain karena pensiun, melakukan perjalanan
dinas, tugas belajar mengikuti pendidikan dan pelatihan/kursus, menunaikan
Ibadah Haji, cuti dan sakit serta alasan lain yang serupa dengan itu, atau
tidak dapat melaksanakan tugasnya sekurang-kurangnya 7(tujuh) hari kerja.
Penunjukan Plh. dilakukan oleh :
a. Sekretaris Jenderal untuk Pejabat Eselon I dengan menunjuk Pejabat
Eselon II di lingkungan pejabat yang berhalangan;
b. Pejabat Eselon I untuk Pejabat Eselon II dengan menunjuk Pejabat Eselon
III di lingkungan pejabat yang berhalangan;
c. Pejabat Eselon II untuk Pejabat Eselon III dengan menunjuk Pejabat
Eselon IV di lingkungan pejabat yang berhalangan;
d. Pejabat Eselon III untuk Pejabat Eselon IV dengan menunjuk Pejabat
Eselon IV lain di lingkungannya atau seorang staf di lingkungan pejabat
yang berhalangan yang dipandang mampu.
Penunjukan ini dituangkan secara tertulis dalam bentuk Nota Dinas dan tidak
memberikan dampak kepegawaian maupun tunjangan kepegawaian. Dalam
Nota Dinas ini disebutkan tugas-tugas yang dapat dilakukan oleh plh., selama
pejabat definitif berhalangan melaksanakan tugasnya. Berbeda dengan Pgs.,
Plh. dilarang untuk mengambil atau menerapkan keputusan yang sifatnya mengikat.


Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah bersumbar pada tiga hal, atribusi, delegasi, dan mandat. Atribusi ialah pemberian kewenangan oleh pembuat undang-undang sendiri kepada suatu organ pemerintahan baik yang sudah ada maupun yang baru sama sekali. Menurut Indroharto, legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang itu dibedakan antara :
Yang berkedudukan sebagai original legislator; di negara kita di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembantuk konstitusi (konstituante) dan DPR bersama-sama Pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah;
Yang bertindak sebagai delegated legislator : seperti Presiden yang berdasarkan pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah dimana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada Badan atau Jabatan TUN tertentu.
Sedangkan yang dimaksud delegasi adalah penyerahan wewenang yang dipunyai oleh organ pemerintahan kepada organ yang lain. Dalam delegasi mengandung suatu penyerahan, yaitu apa yang semula kewenangan si A, untuk selanjutnya menjadi kewenangan si B. Kewenangan yang telah diberikan oleh pemberi delegasi selanjutnya menjadi tanggung jawab penerima wewenang. Adapun pada mandat, di situ tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Pejabat TUN yang satu kepada yang lain. Tanggung jawab kewenangan atas dasar mandat masih tetap pada pemberi mandat, tidak beralih kepada penerima mandat.

Meskipun diketahui bahwa penyelenggaraan negara dilakukan oleh beberapa lembaga negara, akan tetapi aspek penting penyelenggaraan negara terletak pada aspek pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, Presiden memiliki dua kedudukan, sebagai salah satu organ negara yang bertindak untuk dan atas nama negara, dan sebagai penyelenggara pemerintahan atau sebagai administrasi negara. Sebagai administrasi negara, pemerintah diberi wewenang baik berdasarkan atribusi, delegasi, ataupun mandat untuk melakukan pembangunan dalam rangka merealisir tujuan-tujuan negara yang telah ditetapkan oleh MPR. Dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah berwenang untuk melakukan pengaturan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Agar tindakan pemerintah dalam menjalankan pembangunan dan melakukan pengaturan serta pelayanan ini berjalan dengan baik, maka harus didasarkan pada aturan hukum. Di antara hukum yang ada ialah Hukum Administrasi Negara, yang memiliki fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Seperti telah disebutkan di atas, fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah berkaitan dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.
Ketika pemerintah akan menjalankan pemerintahan, maka kepada pemerintah diberikan kekuasaan, yang dengan kekuasaan ini pemerintah melaksanakan pembangunan, pengaturan dan pelayanan. Agar kekuasaan ini digunakan sesuai dengan tujuan diberikannya, maka diperlukan norma-norma pengatur dan pengarah. Dalam Penyelenggaraan pembangunan, pengaturan, dan pelayanan, pemerintah menggunakan berbagai instrumen yuridis. Pembuatan dan pelaksanaan instrumen yuridis ini harus didasarkan pada legalitas dengan mengikuti dan mematuhi persyaratan formal dan metarial. Dengan didasarkan pada asas legalitas dan mengikuti persyaratan, maka perlindungan bagi administrasi negara dan warga masyarakat akan terjamin. Dengan demikian, pelaksanaan fungsi-fungsi HAN adalah dengan membuat penormaan kekuasaan, mendasarkan pada asas legalitas dan persyaratan, sehingga memberikan jaminan perlindungan baik bagi administrasi negara maupun warga masyarakat.
Upaya Meningkatkan Peme-rintahan yang Baik
Penyelenggaraan pemerintahan tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah ditentukan oleh aturan yang ada. Bahkan sering terjadi penyelenggaraan pemerintahan ini menimbulkan kerugian bagi rakyat baik akibat penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) maupun tindakan sewenang-wenang (willekeur). Perbuatan pemerintah yang sewenang-wenang terjadi apabila terpenuhi unsur-unsur; pertama, penguasa yang berbuat secara yuridis memeliki kewenangan untuk berbuat (ada peraturan dasarnya); kedua, dalam mempertimbangkan yang terkait dalam keputusan yang dibuat oleh pemerintah, unsur kepentingan umum kurang diperhatikan; ketiga, perbuatan tersebut menimbulkan kerugian konkret bagi pihak tertentu.37 Dampak lain dari penyelenggaraan pemerintahan seperti ini adalah tidak terselenggaranya pembangunan dengan baik dan tidak terlaksananya pengaturan dan pelayanan terhadap masyarakat sebagaimana mestinya. Keadaan ini menunjukan penyelenggaraan pemerintahan belum berjalan dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan adalah antara lain dengan mengefektifkan pengawasan baik melalui pengawasan lembaga peradilan, pengawasan dari masyarakat, maupun pengawasan melalui lembaga ombusdman. Di samping itu juga dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Mengingat sebagai tugas baru pemerintahan ini tidak berada dalam ruang lingkup tugas organ-organ pemerintahan yang ada seperti departemen ataupun lembaga non departemental. Dengan demikian, Presiden sebagai kepala pemerintahan  yang mendapat wewenang atribusi dari pasal 76 UU No 34/2004, berkewajiban menyiapkan organ pelaksana tugas baru pemerintahan ini. Tanpa ada organ pelaksana maka tugas pengambilalihan bisnis TNI tidak akan dapat berjalan sepenuhnya.
Biasanya cara pelaksanaan tugas pemerintahan yang rutin didistribusikan oleh Presiden sebagai kepala pemerintahan kepada lembaga pemerintah yang ada melalui mekanisme wewenang delegasi. Wewenang delegasi dan wewenang mandat merupakan salah satu mekanisme pemberian kewenangan dalam hukum administrasi negara seperti halnya wewenang atribusi.[6]  Baik wewenang delegasi maupun wewenang mandat bisa diberikan oleh Presiden selaku kepala pemerintahan, kepada organ pemerintah yang sudah berada dalam ruang lingkup administrasi negara atau organ bukan organ pemerintahan yang dibentuk secara khusus dan ad hoc (sementara) dalam rangka mengerjakan tugas khusus pula (yang tidak tercakup dalam tugas dan wewenang organ pemerintahan yang sudah ada).
Berdasarkan pandangan teoritik hukum administrasi negara tersebut dialenia diatas, Presiden bisa memilih antara dua pilihan untuk menetapkan siapa yang akan bertindak atas nama pemerintah melakukan tugas pengambilalihan bisnis TNI ini. Pilihan pertama menunjuk salah satu organ pemerintah yang sudah ada dengan menambah tugas baru berikut wewenang delegasi. Pilihan kedua, Presiden dapat membantuk organisasi yang bersifat ad hoc diluar adminisitrasi negara atau organ pemerintah yang ada, dengan mendapatkan  wewenang delegasi dari Presiden selaku kepala pemerintahan. Wewenang delegasi kepada organ ad hoc ini merupakan kelanjutan dari wewenang atribusi dari pembentuk undang-undang kepada Presiden selaku kepala pemerintahan.

III. Penutup
Pemerintah sebagai aparat dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat diberi kewenangan yang terbagi atas kewenangan yang sifatnya atributif (non orisinil) yaitu kewenangan yang diberikan secara langsung oleh peraturan perundang-undangan. Kedua adalah kewenangan yang bersifat non atributif (non orisinil) yaitu kewenangan yang diperoleh karena pelimpahan wewenang dari aparat yang lain.

Dalam politik hukum pelimpahan wewenang dibedakan menjadi dua macam yaitu mandat dan delegasi
·         Dalam pelimpahan wewenang secara mandat, yang beralih hanya sebagian wewenang. Oleh sebabnya pertanggung jawaban tetap pada mandans.
·         Dalam pelimpahan wewenang secara delegasi, yang beralih adalah seluruh wewenang dari delegans. Sehingga apabila ada penuntutan, maka yang bertanggung jawab sepenuhnya adalah delegataris.
Kewenangan yang ada pada aparat sifatnya melekat selama belum dicabut dengan begitu jelas bahwa kewenangan tersebut harus memiliki legiitimasi atau keabsahan. Ketidakabsahan kewenangan aparat terhadap produk hukum yang dihasilkan memiliki akibat diantaranya; pertama, perbuatan itu sendiri tidak sah. Kedua, produk yang dibuat menjadi batal. Dalam teori kebatalan (Nietig Theorie) batal dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu; batal mutlak (absolute nietig), batal demi hukum (nietig van rechts wege), dapat dibatalkan (vernietig baar).

Sebagai aparat pemerintah seharusnya mengetahui batasan-batasan atas kewenangan yang dimiliki sehingga tidak sampai terjadi akibat hukum yakni kebatalan. Hal ini penting karena setiap keputusan yang dikeluarkan dari ketidak absahan kewenangan aparat akan berdampak tidak hanya pada aparat dan perbuatannya saja melainkan lebih lanjut pada produk hukum yang dihasilkan dan kemudian pada peraturan pelaksnanya. Oleh karenanyasebagai aparat pemerintah perlu juga mengetahui ilmu hukum dan pengetahuan lain tentang bagaimana melaksanakan amanah rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar